Hujan adalah peristiwa turunnya air dari langit ke bumi. Awalnya air hujan berasal dari air dari bumi seperti air laut, air sungai, air danau, air waduk, air sawah, air kolam, dan lain sebagainya. Selain air yang berbentuk fisik, air yang menguap ke udara juga bisa berasal dari tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang mengandung air.
Air-air tersebut umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat adanya bantuan panas matahari. Air yang menguap / menjadi uap melayang ke udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit yang tinggi bersama uap-uap air yang lain. Di langit yang tinggi uap tersebut mengalami proses pemadatan atau kondensasi sehingga membentuk awan. Dengan bantuan angin awan-awan tersebut dapat bergerak kesana kemari baik vertikal, horizontal dan diagonal.
Akibat angin atau udara yang bergerak awan-awan saling bertemu dan membesar menuju langit / atmosfir bumi yang suhunya rendah atau dingin dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena berat dan tidak mampu ditopang angin akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi (proses prespitasi). Karena semakin rendah suhu udara semakin tinggi maka es atau salju yang terbentuk mencair menjadi air, namun jika suhunya sangat rendah maka akan turun tetap sebagai salju.
Hujan tidak hanya turun bebentuk air dan es saja, namun juga bisa berbentuk embun dan kabut. Hujan yang jatuh ke permukaan bumi jika bertemu dengan udara yang kering, sebagian hujan dapat menguap kembali ke udara. Bentuk air hujan kecil adalah hampir bulat, sedangkan yang besar lebih ceper seperti burger, dan yang lebih besar lagi berbentuk payung terjun. Hujan besar memiliki kecepatan jatuhnya air yang tinggi sehingga terkadang terasa sakit jika mengenai anggota badan kita.
Hujan buatan adalah hujan yang dibuat oleh campur tangan manusia dengan membuat hujan dari bibit-bibit awan yang memiliki kandungan air yang cukup, memiliki kecepatan angin rendah yaitu sekitar di bawah 20 Knot, serta syarat lainnya. Hujan buatan dibuat dengan menaburkan banyak garam khusus yang halus dan dicampur bibit / seeding ke awan agar mempercepat terbentuknya awan jenuh. Untuk menyemai / membentuk hujan deras, biasanya dibutuhkan garam sebanyak 3 ton yang disemai ke awan potensial selama 30 hari. Hujan buatan bisa saja gagal dibuat atau jatuh di tempat yang salah serta memakan biaya yang besar dalam pembuatannya.
Udara selalu mengandung uap air, apabila uap air ini berkumpul menjadi titik-titik air maka terbentuklah awan. Jika titik-titik air dalam awan semakin besar dan awan semakin berat, gravitasi akan menarik titik-titik air tersebut hingga turun sebagai hujan. namun jika titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik itu akan menguap sebelum jatuh ke tanah dan hilanglah awan itu. Hujan pun tidak jadi turun.
Inilah yang dihindari dalam hujan buatan, bahan penyemai hujan tidak memberi kesempatan bagi titik-titik air pada awan untuk menguap kembali. Ada sejenis katalis yang ditambahkan, agar awan lebih cepat mengumpul zat ini disebut bahan semai.
Bahan semai terdiri atas 2 jenis, yakni bahan semai higroskopis yang dapat menarik uap air dari sekelilingnya, dan bahan semai glasiogenik yang dapat mengahasilkan es. Bahan semai higroskopis akan membentuk tetes-tetes air yang berperan dalam proses pembentukan butir-butir hujan di dalam awan. Awan semakin cepat matang, volumenya akan menjadi lebih besar, dan hujan yang dihasilkan akan semakin banyak.
Bahan semai glasiogenik ditebarkan di atmosfer pada ketinggian di atas freezing level, dimana lapisan ini mengandung banyak uap air lewat dingin (super cooled moisture). Uap air ini dapat membeku secara alami. Penambahan bahan glasiogenik akan mempercepat pembekuan uap air. Es yang turun ke lapisan lebih rendah perlahan-lahan mencair dan menambah jumlah air hujan yang turun ke permukaan bumi.
Dalam membuat hujan buatan, banyak faktor yang harus dipernuhi, seperti jumlah awan yang sudah ada, arah angin agar jatuhnya hujan ditempat yang tepat, suhu, dll. Hujan buatan di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan menebar NaCl (garam dapur) atau kombinasinya dengan senyawa organic (urea), yang kemudian akan berperan sebagai inti kondensasi air.
Awan yang dijadikan sasaran dalam kegiatan hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang aktif, dicirikan dengan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan Cumulus terjadi karena proses konveksi.
Awan Cumulus terbagi dalam 3 jenis, yaitu : Strato Cumulus (Sc) yaitu awan Cumulus yang baru tumbuh, Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan Cumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri dari beberapa awan Cumulus yang bergabung menjadi satu.
Jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya seperti bunga kol, merupakan jenis awan yang dijadikan sebagai sasaran penyemaian dalam kegiatan hujan buatan.
Ada beberapa metode untuk menyemai bahan semai ke dalam awan. Yang paling sering dan biasa dilakukan adalah menggunakan pesawat terbang. Selain menggunakan pesawat terbang, modifikasi pesawat terbang juga dapat dilakukan dari darat dengan menggunakan sistem statis melalui wahana Ground Base Generator (GBG) pada daerah pegunungan untuk memodifikasi awan-awan orografik dan juga menggunakan wahana roket yang diluncurkan ke dalam awan.
Di Indonesia, sejak tahun 1998 BPPT dan PT. INCO bekerja sama dengan perusahaan dari Amerika memakai metode penyemaian awan dengan teknologi flare perak iodida.
Dengan teknologi ini, pesawat yang dibutuhkan untuk menyemai awan tidak perlu besar, cukup pesawat kecil yang dilengkapi dengan 24 tabung flare perak iodida yang dipasang di sayap pesawat terbang dan bak peluncur roket. Setelah posisi awan, arah dan kecepatan angin diketahui pesawat pun menuju awan potensial dan flare pun mulai dinyalakan dengan mematik listrik otomatis dari kokpit pesawat. Setelah itu tinggal menunggu hasilnya.
Sumber : http://organisasi.org ; http://berita-iptek.blogspot.com; dan berbagai sumber lainnya